we’re still so damn young, in and out of believing in love.
This one was actually happened once they were both in denial with their feelings. Anjani once talked about her biggest dream and her perspective about love and marriage after she got cheated on.
Reyhan Danuwidjaya
Ada sesuatu yang menjanggal di benak gue ketika kalimatnya terngiang sekali lagi. Sesuatu yang seharusnya gue bisa pahami sejak awal kalau dari dulu cukup mustahil buat seseorang kayak dia berada di sekitar gue selamanya. Konyol, emang. Di dalam pikirannya sekarang, gue yakin seratus persen pun, udah gak ada harapan untuk yang namanya cinta dan komitmen, sedangkan menurut gue istilah ‘the right person will come at the right time’ itu ada benernya or maybe no? Haha, bullshit lah. Karena ternyata yang gue butuhkan sekarang cuman eksistensi dia di sekitar gue.
Tapi suatu saat dia kayaknya bakal pergi meraih mimpi-mimpinya yang sempat dikubur lama itu.
Masih teringat jelas jawaban dia saat gue tanya kenapa dia sama sekali gak punya bayangan tentang komitmen dan pernikahan.
“In the end, gue cuman punya diri gue sendiri gak sih? I am mine before I am ever anyone else’s. Lagipula cinta-cintaan gitu tuh buat gue sekarang gak masuk priority list.” jawabnya. “Gue gak tau kenapa, tapi pernikahan sama komitmen buat waktu yang lama untuk sekarang tuh masih jadi sesuatu yang menakutkan aja. Lo bayangin deh, terjebak seumur hidup, ketemu setiap hari, terikat.. kayak bukan gue banget. Lagian, bukannya laki-laki sekarang kebanyakan gak mau kalo perempuannya lebih dari dia mulai dari urusan akademik sampe finansial?”
“Ya nggak lah, kata siapa?”
“Heh, lo gak inget waktu SMA gue pernah cerita debat sama anak kelasan cuman perkara dia gak terima sama statement kalo gue gak pingin jadi perempuan yang kerjanya diem di rumah aja? That was wild. Lagian emang kenapa juga kalo gue punya pilihan kayak gitu, semua orang punya martabat yang sama kali. Apa yang bikin mereka mikir kalo gue gak pantes buat mengejar apa yang jadi impian gue cuman karena gue perempuan? Emansipasi my ass. Emang itu orang banyak bacotnya doang, masih sebel gue sekarang.”
“Mungkin lo aja yang belum ketemu orangnya. Orang yang bikin lo mau terikat sama dia buat selamanya.” jawab gue.
“Maybe.. Tapi, toh, kalo misalkan gue gak nemuin pun juga gak masalah. Pilihan gue kayak gitu juga ada alasannya ya, Yan. Gak ada yang bisa jamin kedepannya kalo misalkan nanti gue nikah, suatu saat dia mati duluan daripada gue, terus gue terbiasa bergantung sama dia, gimana?”
“Gokil ya lo emang.”
“Lo pasti mulai mikir gue aneh juga deh.”
“Gak gitu.. Cuman menurut gue gak ada satu orang pun yang bisa bertahan hidup sendirian. Lo emang cuman punya diri lo sendiri, tapi lo juga butuh orang lain buat bertahan hidup.”
Di saat semua orang menganggap dia aneh, menurut gue justru sebaliknya. Dia dengan segala pemikiran yang istimewa dan uniknya itu yang justru berhasil menarik perhatian gue sejak kali pertama. Dari kecil gue rasa emang dia udah terlahir satu paket sama pemikiran out of the box-nya itu.
“Gue udah cukup lama mengesampingkan mimpi-mimpi gue, lo tau sendiri. Mungkin sekarang waktunya, Yan. Gue dikasih kesempatan buat mengejar lagi mimpi-mimpi gue yang terlampau besar dan gak masuk akal itu. Call me selfish or whatever you name it, gue paham kok sama risikonya. Mungkin untuk meraih mimpi besar itu semua, risikonya gue bakal merasa sendiri dan kesepian. Tapi gapapa, emang pada akhirnya gak ada satupun yang bisa gue percaya. Achieving my dream is the only thing I hold on to.”
“Lo gak bakal pernah sendirian.”
“Tau dari mana lo?”
“Karena lo punya gue.”
Sialan, dia malah ketawa. Menganggap respon gue cuman lelucon sesaat. “Iya, paham kok gue.”
“Serius gue. Gue gak akan kemana-mana, kalo lo cari gue juga gue bakalan selalu ada buat lo.”
“Oooh gitu, Yan…” masih disisipi nada bercandaannya.
“Anjing, serius gue kali ini.”
“Hahaha iya elah, gue percaya kalo sama lo.”
Dan pada akhirnya gue tetap pada janji gue untuk gak pernah pergi meninggalkan lo, tapi dia yang memilih buat meninggalkan gue bersama mimpi-mimpinya. Tapi lagipula dari awal pun ini bukan sepenuhnya salah lo, karena lo gak pernah menjanjikan apapun untuk gak akan pernah pergi dan gue bukan menjadi bagian dari mimpi besar lo itu.
—