Oh my love, is this the end for us?

firesignsclub
6 min readFeb 4, 2024

--

listen to Autumn by NIKI on loop!

S Y A K I L L A

Pas kita balik nanti, kamu harus jadi orang yang pertama ada di depan ya waktu aku manggung hehehe.”

Kamu juga harus jadi orang pertama yang dateng waktu aku bikin art exhibition yang isinya hasil foto sama lukisan aku, including semua foto yang ada di London ini kalo one day aku buka art gallery!”

I wanna travel the world with you. Kalo aku bakalan manggung keliling dunia, kamu harus ikut juga ya sayang.”

Yeah, that’s our dreams.

The dream that turned into nightmare.

Why didn’t you fight for us?

Waktu itu gue tanya ke dia. Semua gambaran tentang masa lalu kembali terputar di otak gue sekarang kayak kaset rusak. Back and forth.

Jawabannya nggak ada.

And I know that no response is still a response.

Di semua percakapan kita waktu menikmati perjalanan menyusuri kota London itu, saling menggenggam tangan, saling melemparkan tatapan hangat, dan saling bertukar cerita tentang apapun itu, semua mimpi gue tumpah disana. Tumpah dalam arti he knew it all.

And Ghifari was also there.

I put him on the list — him — who once in all of my future plans and dreams.

Gue nggak tau kenapa dia selalu nggak yakin sama ‘kita’ ketika gue berusaha di setiap detiknya buat ngeyakinin dia kalo selama kita bisa ngelewatin semuanya sama-sama — there is nothing to be scared of.

But the thing is because I fell for him faster than I fall apart. So, I didn’t know that maybe I should be the one who took all the blame for letting myself fall too hard.

Gue inget gimana pertama kalinya gue langsung jatuh hati sama cowok yang memang harus gue akui mudah banget rasanya buat jatuh cinta sama dia. His smile, his natural smell, and his laugh that is so endearing to the point I could never erase it from my head.

Awalnya gue pikir jatuh cinta sama dia udah nggak perlu lagi mikirin hal lain, as long as I am with him, it’s enough.

Tapi ternyata buat sekedar bilang cinta aja emang nggak cukup. Apalah gue ini yang nggak tau apa-apa soal cinta. Tujuh bulan pacaran sama Ghifari aja masih banyak teka-teki yang nggak pernah bisa gue tebak, dia terlalu hidup di dalam kepalanya sendiri. Although he is such a goofy boyfriend of mine — ex boyfriend to be exact — yang selalu ada aja tingkah lucunya itu dan bikin gue ketawa cuman tetep aja gue ngerasa ada banyak hal yang masih dia sembunyiin dari gue.

Yeah, love is complicated, right?

Mungkin emang hubungan kita yang udah kayak barang pecah belah aja yang sekalinya udah pecah, susah rasanya buat diperbaiki lagi seberapa kuat usahanya. Semuanya beneran berubah semenjak kita pulang dari London sampai-sampai gue pikir apa mungkin dia cuman kesepian selama disana dan langsung berubah perlahan setibanya di Indonesia. Setiap kali kita ketemu di Jakarta, rasanya gue selalu merasa sendirian.

It’s been five months after we broke up, tapi semuanya tetep nggak ada yang berubah. It’s hard when you fall in love with a musician, suaranya, wajahnya, senyumnya, dan semuanya, literally semuanya masih akan menghantui lo dimanapun lo pergi. Susah buat gue untuk beneran ngelupain semua tentang Ghifari, karena dia yang sekarang berhasil meraih mimpinya itu, sedangkan gue masih kayak gini-gini aja. Kejebak masa lalu haha, pathetic.

Sya, mau dengerin raw version lagu yang aku tulis nggak? Aku bikin ini dari kita pertama kali kenalan btw hahaha, coba deh dengerin.”

Jelek ya? Ada yang kurang nggak menurut kamu?”

GAK ADA, IT’S MORE THAN PERFECT SUMPAH, BAGUS BANGET SAYANG!

Lucunya, kota Bandung yang seharusnya bisa menjadi pelarian gue untuk sementara malah menjadi kota yang membuat gue lagi-lagi kembali mengingat semuanya. I don’t know why and how the universe works, but this one is kind of hell for me. Ngeliat dia sama perempuan yang gue asumsikan pacar barunya, melingkarkan tangannya di lengan kanan disusul senyum manis dari si lelaki yang … ah, sialan. Gue nggak bisa lagi ada disini sekarang.

Mereka berdua masih nggak sadar sama eksistensi gue, bikin gue inget lagi gimana manisnya kita dulu sewaktu di London. Bittersweet memories indeed. Pasti sekarang dia yang selalu nemenin Ghifari tiap latihan, yang pertama kali dipeluk waktu Ghifari selesai manggung, dan yang bakalan hidup lebih lama di setiap lagu-lagu yang Ghifari bakalan buat kedepannya.

Oh there you go again, Syakilla. Blaming yourself over and over again while watching them from your seat with one ice cream on your right hand. Perfect.

Dia juga keliatan bahagia banget sekarang, pasti sibuk deh jadwalnya manggung keluar kota sana-sini, tapi at the same time gue yakin pasti dia jauh lebih bahagia sekarang dibandingkan waktu sama gue. Sad to say that he looks more happier without me in it. Tapi kayaknya itu faktanya sekarang.

Gue menangkap netra matanya bertepatan dengan dia yang juga mengalihkan pandangannya untuk bertemu dengan kedua bola mata gue.

I need to go.

I have to go.

Tapi sialnya lagi, dia melontarkan senyum manisnya yang dulu menjadi favorit gue. Ralat, sampe detik ini. Maaf siapapun lo sekarang yang beruntung jadi pacarnya Ghifari, gue minta maaf beribu maaf, karena rasanya sulit buat gue ngelupain semuanya. Just with one smile dan semua pertahanan yang udah gue bangun tinggi-tinggi runtuh begitu aja.

But I am glad. It’s a relieve to see that he is more happy now. I am glad that there is someone who love him so dearly. Gue bisa liat itu dari tatapan pacarnya sekarang.

Maybe we’ve had enough.

Gue beranjak dari kursi gue dan memberanikan diri melewatinya, nggak ada tegur sapa lagi, hanya senyum manis khasnya yang menunjukkan bahwa semuanya udah selesai. Sesaat gue melewatinya, ternyata masih nggak ada yang berubah dari dia, wangi parfumnya yang langsung menyeruak indra penciuman gue.

Mungkin udah waktunya gue berhenti dan membiarkan apa yang udah dia kasih hilang bersama dia yang juga turut pergi.

Maybe we’ve had enough.

We both know trying again never works.

Wish it worked out the first time.

But, ironically, I’ll always love him.

G H I F A R I

Autumn is the heartbreak of the season. Katanya sih. A reminder that even the most beautiful things must come to an end. Ini juga katanya lagi.

Gue setuju.

Meskipun gue sama Syakilla putus waktu musim dingin dan menghabiskan banyak waktu sama-sama selama musim gugur, nggak menutup fakta kalau musim gugur itu justru membawa petaka untuk musim dingin. Belibet banget ya gue ngomongnya? Tapi ya gitu lah intinya haha.

Banyak kesamaan sama orang yang lo sayang ternyata nggak membuat hubungan bertahan lama. Dulu gue pikir kesamaan itu ya tandanya jodoh. Sayangnya enggak. Cara berpikir kita yang terlalu sama, cara kita menyikapi masalah yang ternyata justru jadi backfire buat hubungan yang kita jalin, dan masih banyak lagi kesamaan yang bikin kita sepakat untuk menyelesaikan semuanya.

Dulu kita punya banyak harapan, tapi harapan tanpa arah mata angin yang jelas petunjuknya bikin semuanya makin buram, hubungannya pun juga ikut jadi makin curam.

Kamu mau kita putus? Yaudah, putus aja, Ri. Nggak usah muter-muter lagi arah pembicaraannya, aku udah muak.”

Aku mau kita selesaiin masalahnya bukan malah nambah masalah, Sya. Kamu bisa ngertiin aku sekali aja nggak sih?

Kapan sih aku nggak pernah ngertiin kamu?!

Sekarang.”

Selama ini kalo kamu ngilang terus aku panik banget nyariin kamu ke temen-temen kamu, itu yang kamu bilang nggak pernah ngertiin kamu? Sekarang giliran aku minta putus, kamu nggak mau. Padahal selama ini setiap kita jalan sejak balik dari London, nggak pernah tuh kamu peduli dikit aja sama aku. Kenapa? Aku juga nggak pernah tau alesannya.

Yaudah kalo kamu mau putus. If it makes you happy, then go and I’ll deal with it.

And just like that, we broke up.

Goblok.

Kayaknya makian itu pantes gue dapetin setelah menyetujui kemauan Syakilla tanpa nahan dia buat pergi kayak sinetron-sinetron yang ada di TV itu, tapi lagi-lagi sayangnya gue bukan tipe yang kayak gitu.

Gue ngerti banget gimana kita berdua sama-sama terlalu realistis dalam menyikapi semua masalah yang ada. Seharusnya kalo dia lagi keras, gue nggak bisa ikut sama kerasnya. Cuman sayangnya kita berdua, lagi-lagi, nggak ada yang bisa saling ngalah. Batu ketemu batu, keras kepala ketemu keras kepala, dan egois ketemu egois.

Gue mengakui itu.

Tapi banyak hal yang dia masih nggak tau.

Dia nggak pernah tau seberapa sayangnya gue sama dia, dia nggak pernah tau ada berapa banyak lagu yang gue bikin untuk dia dan gue pertahanin supaya bisa ada di album pertama nanti, dia nggak pernah tau gimana paniknya gue menghadapi emosinya yang nggak stabil setiap lagi datang bulan dan gue bolak-balik nanya ke semua temen perempuan gue gimana cara mengatasinya, dia nggak pernah tau juga gimana paniknya gue waktu dia hilang nggak ada kabar karena lagi burnout sama paper-nya, dia nggak pernah tau kalau selama gue ngilang itu karena sibuk ngurus perceraian nyokap bokap haha tapi nggak penting juga lah, dan dia nggak pernah tau kalau gue pingin banget nahan dia supaya nggak pergi sekarang.

Ngajak dia ngobrol banyak hal tentang apapun itu kayak dulu.

And just like that, we ended up like this.

--

--